Kamis, 23 Juli 2015

SYARAT KALIMAT DAN ALAT PENGETESNYA



SYARAT KALIMAT DAN ALAT PENGETESNYA

oleh
Meilinda Purnama Sari 
purnamasarimeilinda@gmail.com
meilindapurnamasari.blogspot.com

ABSTRAK
Dalam proses komunikasi kita di tuntut memiliki bahasa Indonesia dengan baik agar dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam ekspresi ataupun komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Persyaratan pokok dalam penentuan sebuah pernyataan berupa kalimat atau bukan,yaitu : 1) Adanya unsur predikat, 2) Permutasi unsur kalimat. Kedua hal itu dapat dijadikan alat pengetes. Persyaratan kalimat ada pada bentuk tulisan berupa huruf kapital, diakhiri tanda titik, tanda seru, dan tanda tanya. Setiap kalimat dalam struktur lahirnya lisan atau tulis sekurang-kurangnya memiliki predikat. Dengan kata lain, jika suatu pernyataan memiliki predikat, pernyataan itu merupakan kalimat, sedangkan suatu untaian kata yang tidak memiliki predikat maka disebut frasa.

KATA KUNCI
Predikat, subjek, objek, keterangan, pelengkap, kalimat, frasa, verba

PENDAHULUAN
Menurut Hasan Alwi dkk dalam (Abud Prawirasumantri 2011:8) Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat mengungkapkan pikiran yang utuh. Pikiran yang utuh itu dapat diekspresikan dalam bentuk lisan ataupun tulisan.
Dalam bentuk tulisan  : kalimat yang ditandai dengan alunan titik nada, keras lembutnya suara, disela jeda, dan diakhiri dengan nada selesai.
Dalam bentuk tulisan : kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya.
Seorang pelajar sering tidak memperhatikan kalimat yang dibuatnya sehingga kalimatnya tidak memenuhi kaidah pembuatan kalimat yang benar. Pelajar hendaknya memiliki wawasan bahasa Indonesia yang memadai agar ia dapat menghasilkan kalimat yang gramatikal, baik dalam komunikasi lisan ataupun tulis.
Dalampenulisan tugas, penulis dituntut untuk memiliki kemampuan dalam penyusunan kalimat baku dan kalimat eferktif. Kebakuan kalimat ditandai dengan adanya penerapan kaidah kalimat bahasa indonesia baku. Keefektifan kalimat ditandai oleh ketepatan kalimat untuk mewakili gagasan yang sama tepat dalam pikiran pembaca. 

Syarat Kalimat dan Alat Pengetesnya
Dalam proses komunikasi kita di tuntut memiliki bahasa Indonesia dengan baik agar dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam ekspresi ataupun komunikasi, baik lisan maupun tulisan, dan kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang dihasilkan orang lain apakah gramatikal atau tidak. Maka dalam hal ini, kita harus memahami persyaratan pokok dalam penerapan sebuah pernyataan berupa kalimat atau bukan, dengan cara: 1) Adanya unsur predikat 2) Permutasi unsur kalimat.
Setiap kalimat dalam struktur lahirnya lisan atau tulis sekurang-kurangnya memiliki predikat. Dengan kata lain, jika suatu pernyataan memiliki predikat, pernyataan itu merupakan kalimat, sedangkan suatu untaian kata yang tidak memiliki predikat maka disebut frasa. Untuk menentukan predikat sutau kalimat, dapat dilakukan pemeriksaan apakah verba (kata kerja) dalam untaian kata itu.
Contoh :
1)   Burung itu terbang.
2)      Hamparan padi itu menguning.
3)      Anak itu belajar.
4)      Orang itu menulis surat.
Pada contoh itu ada verba 1) terbang, 2) menguning, 3) belajar dan 4) menulis. untuk mengetahui verba keempat tersebut sebagai predikat atau bukan, perlu dilakukan tes permutas (perubahan urutan) unsur-unsur pernyataannya.
1a) Terbang // burung itu.
2a) menguning // hamparan padi itu.
3a) belajar // anak itu.
4a) menulis surat //orang itu.
Tentunya, perubahan urutan itu disertai perubahan intonasi (lagu kalimat). Dalam contoh (1a, 2a, 3a, dan 4a) tanda garis miring ganda (//) menandai batas satuan (unit), yaitu unsur yang dicalonkan sebagai predikat dan unsur yang dicalonkan sebagai subjek. Karena perubahan urutan itu tidak mengubah informasi dasar, contoh 91, 2, 3, dan 4) itu adalah kalimat.
Namun perhatikan contoh berikut.
5)    Anak yang belajar itu              5a) yang belajar itu // anak
Jika contoh (5) itu dipisahkan unsurnya menjadi anak dan yang belajar itu serta dipermutasikan menjadi yang belajar itu // anak, tampaknya ada perbedaan makna. Contoh (5) tampaknya tidak dapat dipisahkan seperti itu karena maknanya kurang lebih seperti terlihat jika contoh (5) itu dilengkapkan menjadi (5) anak yang belajar itu (berteriak) dan intonasinya pun tidak diputuskan, tetapi menjadi satu. Kata berteriak (yang ditambahkan itu) merupakan predikat dan yang mendahuluinya sebagai subjek sementara itu, contoh (5) yang diubah urutannya menjadi (5a) maknanya terlihat jika ditambahkan unsur pembanding. Jika makna (5a) ialah ‘yang belajar itu anak (bukan monyet)’. Oleh karena itu (5) dan (5a) berbeda informasinya. Dengan demikian itu bukankalimat tetapi frasa yang terdiri atas nomina anak dan pewatas yang belajar itu (bukan anak yang bermain). Jadi walaupun kata belajar verba, karena didahului penghubung yang, verba belajar itu bukan predikat, melainkan pewatas nomina seperti halnya adjektiva (kata sifat) pada frasa anak yang pandai.
Pada contoh (6) berikut tidak trdapat verba, tetapi terdapat nomina (kata benda) yang mengisi tempat predikat.
(6) Wanita itu // pedagang                  (6a) pedagang // wanita itu
Kata pedagang memiliki ciri sebagai predikat dan contoh (6) itu merupakan kalimat. Selain verba dan nomina, predikat suatu kalimat dapat pula berupa adjektiva (kata sifat).
(7) Gadis itu cantik                 (7a) cantik // gadis itu
Contoh (7) itu dapat diubah urutannya menjadi (7a) tanpa perubahan informasi. Oleh karena itu, contoh (7) itu merupakan kalimat.
(8) gadis yang cantik itu         (8a) yang cantik itu // gadis
Perubahan dari (8) menjadi (8a) menimbulkan perubahan makna. Pada (8a) maknanya menjadi ‘yang cantik itu gadis (bukan janda).’ Padahal, pada (8) makananya adalah ‘gadis yang cantik itu (bukan gadis yang biasa-biasa saja).’
Perbedaan kalimat dan frasa dapat kita lihat dalam pengertian frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang; misal gunung tinggi adalah frasa karena merupakan konstruksi nonpredikatif; kontruksi ini berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan frasa karena bersifat predikatif. Harimurti Kridalaksana dalam (Abud Prawirasumantri 2011:89)
Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

KALIMAT
FRASA
SUBJEK
PREDIKAT
OBJEK
INTI
PEWATAS
Anak itu
Belajar

Anak
Yang belajar itu
Orang itu
Menulis
Surat
Orang
Yang menulis surat itu
Wanita itu
Pedagang

Wanita
Yang pedagang itu
Gadis itu
Cantik

Gadis
Yang cantik itu
Dari contoh-contoh yang telah dibicarakan tersebut terlihat bahwa suatu pernyataan merupakan kalimat jika pernyataan itu dapat dibagi menjadi dua unsur. Dalam bentuk lisan (atau kalau dibaca), dua unsur itu dipisah jeda yang ditandai oleh pergantian dari intonasi naik ke intonasi datar (pada contoh-contoh di atas ditandai dengan garis miring ganda //). Relasi kedua satuan itu dinamakan relasi prediktif, yaitu relasi yang memperlihatkan hubungan subjek dan predikat atau dengan objek/pelengkap.sebaliknya, suatu unsur disebut frasa jika unsur itu terdiri atas dua kata atau lebih – idak tidak terdapat predikat di dalamnya – dan satu dari kata-kata itu sebagai inti serta yang lainya sebagai pewatas/penjelas. Biasanya frasa itu mengisi tempat subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Relasi kata yang menjadi inti dan kata yang menjadi pewatas/penjelas ini dinamakan atributif. Contoh lain adalah sebagai berikut.
(9) anak kecil itu // pandai sekali → pandai sekali // anak kecil itu.
Unsur anak kecil itu (subjek) yang menjadi intinya adalah anak karena dalam unsur itu dapat ditiadakan dan kata itu dapat mewakili unsur itu sebagai subjek (lihat 9a, 9b). Demikian juga,pandaisekali intinya adalah pandai karena kata pandai tidak dapat ditiadakan dan kata itu dapat mewakili unsur itu sebagai predikat (lihat 9a, 9c)
(9a) anak itu // pandai. → pandai // anak itu.
Tidak dapat dikatakan:
            (9b) *kecil itu // pandai sekali.
            (9c)*Anak kecil itu // sekali. (Artinya tidak sama dengan 9)
            Dalam hubungan dengan frasa ini ada dua pola susunan frasa, yaitu (1) inti terletak di kiri pewatas dan (2) inti di kanan pewatas artinya, (1) kata yang di depan adalah kata yang diterapkan (D) dan kata yang menyertainya adalah kata yang menerangkan (M) dan (2) kata yang di depanya adalah kata yang menerapkan (M) dan kata yang menyertainya adalah kata yang diterapkan (D).
Hubungan kata dalam frasa tampak pada tabel berikut.
INTI (D)
PEWATAS (M)
Anak
Kecil
Pandai
Sekali
Merah
Muda
Rumah
Besar
Paman
Saya
Rajin
Betul
Meja
Itu
Bagus
Benar
Kitab
Suci
PEWATAS (M)
INTI (D)
Sangat
Baik
Selembar
Kertas
Amat
Cepat
Para
Guru
Sungguh
Indah
Sudah
Dewasa
Akan
Datang
Masih
Belajar
Ingin
Makan

            kata itu juga dapat dipakai untuk menentukan unsur subjek dan predikat kalimat, terutama jika subjek dan predikat kalimat itu berupa nomina. Misalnya:
            (10) kuda itu // binatang → Binatang // kuda itu.
            Kata kuda dan binatang, keduannya termasuk nomina. Nomina mana sebagai subjek dan nomina mana sebagai predikat pada (10) itu? Dalam hal ini, nomina yang tidak disertai itu adalah predikat, sedangkan nomina yang disertai kata itu sebagai subjek. Jadi contoh (10) itu predikatnya adalah binatang dan subjeknya ialah kuda itu. Hal itu dapat dibuktikan dengan menempatkan kata itu pada kata binatang, meskipun urutan kata itu sama dengan (10), pemindahan kata itu menyebabkan perbedaan makna.
            (10) kuda itu binatang.
            (10a) kuda // binatang itu.
            Perubahan pada (10a) itu memperlihatkan bahwa kata kuda (yang tidak disertai kata itu) sebagai predikat (walaupun terletak didepan), sedangkan kata binatang (yang disertai kata itu) adalah subjek.
Kata adalah, ialah, dam merupakan juga dapat digunakan sebagai penanda suatu kalimat. Dengan kata lain, suatu pernyataan yang di dalamnya terdapat satu dari tiga kata itu menunjukan bahwa pernyataan itu merupakan kalimat.
(11) Neutron adalah partikel tanpa muatan listrik
Kalimat (11) adalah kalimat definisi. Dalam hal itu kata adalah masih dapat digantikan dengan kata ialah, tetapi tidak dapat diganti dengan merupakan. Penggantian adalah dengan merupakan menimbulkan perbedaan informasi, yaitu menimbulkan makna kalimat (11) itu sebagai definisi/uraian tentang neutron. Kata itu tidak dapat diposisikan dengan makna pasif ‘neutron dirupakan oleh partikel tanpa muatan listrik’. Sedangkan pemakaian adalah atau ialah mempunyai makna ‘neutron sama dengan partikel tanpa muatan listrik’.
Kebanyakan pernyataan yang menggunakan adalah merupakan batasan (definisi), sedangkan penanda predikat ialah lebih banyak membuat nomina (sesuatu) disebelah kiri (subjek) identik (sama) dengan nomina (sesuatu) disebelah kanan tanda predikat ialah. Namun, kadang-kadang penanda predikat adalah dan ialah dapat dipertukarkan, sedangkan penanda predikat merupakan kebanyakan dipakai untuk mendeskripsikan/menguraikan nomina (sesuatu) yang ada disebelah kiri penanda predikat merupakan.
Kata adalah dan ialah dalam contoh berikut bukan penanda predikat.
(12) kita memiliki jaminan, ialah rumah, mobil, dan tabungan.
(13) ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam pendidikan adalah sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Kata ialah itu bukan penanda predikat, predikat kalimat (12) itu adalah memiliki. Pemakaian kata ialah itu tidak tepat, seharusnya dalam struktur seperti (12) itu digunakan kata yaitu atau yakni yang berfungsi menjadi penghubung antar penjelasan (perincian) sesuatu yang telah disebut terlebih dahulu. Demikian juga kalimat (13). Kedua kalimat itu diubah sebagai berikut.
(12a) Kita memiliki jaminan, → yaitu/yakni → rumah, mobil, dan tabungan.
(13a)  Ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam pendidikan, → yaitu/yakni → sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Bagian kalimat setelah kata yaitu/yakni merupakan penjelas (pemerinci) kata (12) jaminan, sebaliknya, kata yaitu dan yakni bukan merupakan ciri predikat.
Dari ulasan tentang kalimat yang telah dikemukakan tersebut, dapat dikatakan bahwa suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalamnya pernyataan itu terdapat predikat dan subjek, baik disertai objek, pelengkap, atau keterangan maupun tidak, bergantung kepada tipe verba predikat kalimat tersebut. Jika ditulis, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Namun, kalimat perintah yang berupa larangan tidak diakhiri tanda baca. Dengan kata lain, dalam ragam bahasa tulisan diakhiri tanda baca. Dengan kata lain, dalam ragam bahasa tulisan untaian kata yang diawali dengan huruf kapital pada awal kata pertama dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya adalah kalimat menurut pengertian kaidah ejaan. Berikut dikemukakan dalam pedoman umum ejaan yang baik dan benar dalam pemakaian tanda baca.
Diakhiri tanda titik
(14) Atom adalah satuan terkecil dari satuan elemen kimia yang masih mempunyai identitas elemen tersebut.
(15) Afrika Selatan sedang dilanda musim panas.
Diakhiri tanda tanya
(16) Apakah peperangan tidak dapat dihentikan?
(17) Dapatkah senjata nuklir dihapuskan?
Diakhiri tanda seru
(18) Hentikan peperangan!
(19) Tulis semau kamu!
Tidak diakhiri tanda baca apa pun
(20) Dilarang meroko (DILARANG MEROKO)
(21) Harap antre  (HARAP ANTRE)
Apa yang telah dijelaskan tersebut adalah pengertian kalimat dilihat dari segi kelengkapan unsur gramatikal kalimat ataupun makna untuk kalimat yang dapat mandiri, kalimat yang tidak terikat pada unsur lain dalam penggunaan bahasa. Di dalam kenyataan penggunaan bahasa sehari-hari – terutama ragam bahasa lisan – terdapat tuturan yang hanya terdiri atas unsur subjek, predikat, objek, atau keterangan saja.
Seperti conoh:
A: Ayah ada di rumah? (subjek, predikat, dan keterangan)
B: Pergi. (Predikat saja)
A: Ibu? (Subjek saja)
B: Ke pasar. (Keterangan saja)
B: Anda mau menunggu? (Subjek dan Perdikat)
A: Ya! (Subjek saja)
B: Silahkan masuk! (predikat saja)
A: Terima kasih, (Subjek saja)
B: Duduk! ( predikat)
A: Asiyk benar, sedang baca apa? (keterangan, predikat, dan objek)
B: Novel baru. (objek saja)
B: Oh ya, minum kopi? ( predikat dan objek)
A: Boleh. (keterangan predikat saja)
Walaupun pernyataan-pernyataan tersebut tidak mempunyai kelengkapan unsur gramatikal, pernyataan-pernyataan itu merupakan kalimat (khusus ragam bahasa dialog).
Pernyataan kalimat dapat dilihat dari unsur predikat dengan menggunakan alat pengetesnya pemutasi unsur kalimatnya. Dengan demikian masyarakat dapat menggunakan kalimat yang efektif terhadap tata bahasa indonesia, dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam ekspesi ataupun komunikasi, baik lisan ataupun tulisan, dan kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang dihasilkan orang lain apakah gramatikal atau tidak.  Dengan begitu akan menghindarkan (lisan atau tulis) ketidak cermatan dalam menilai kelengkapan gagasan di dalam kalimat dan kepaduan antar unsur pembentuk kalimat.

DAFTAR PUSTAKA
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Prawirasumantri, Abud. 2011. Sintaksis Bahasa Indonesia. Cianjur: UNSUR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penilaian Akhir Semester 1 (PAS) Tahun Ajaran 2022-2024

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1.     Saat membuat teks hasil observasi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teks hasil ob...